Senin, 21 November 2011

ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


ASKEP LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. DEFINISI
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Jenis – jenis luka bakar
1. Luka bakar listrik
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi


C. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Peningkatan mineralo kortikoid
a. Retensi air, natrium dan klorida
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Burn shock (syok hipovolemik)
Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah berupa :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema menyeluruh.
2. Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3. Respon gastro intestinal
Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24 – 48 jam setelah luka bakar.
4. Respon imunologi
a. Respon barier mekanik
Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b. Respon imun seluler
D. MANIFESTASI KLINIK
Derajat luka bakar
1. Derajat I
Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi “menyengat”. Jaringan yang rusak hanya epidermis, lama sembuh ± 5 hari dan hasil kulit kembali normal.
2. Derajat II
a) Derajat IIa
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh ± 7 – 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat.
b) Derajat IIb
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama sembuh ±14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix atau hipertrofi.
3. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit tampak terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi cikatrik dan hipertropi.

E. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan keperawatan
a. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila diperlukan
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 – 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak – banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar
7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut



b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama yaitu :
1) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
6) Pasang kateter urin
7) Pasang NGT jika diperlukan
8) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan suntikan ATS / toxoid
10) Perawatan luka :
• Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
• Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
• Selimuti pasien dengan selimut steril
11) Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter)
• Antasida H2 antagonis
• Roborantia (vitamin C dan A)
• Analgetik
• antibiotik
12) Mobilisasi secara dini
13) Pengaturan posisi
Keterangan :
• Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam III diberikan sisanya
c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
3) Pantau nilai CVP
4) Amati neurologis pasien (GCS)
5) Pantau status hemodinamik
6) Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
7) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
8) Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan
9) Pantau status oksigen
10) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
11) Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
13) Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
14) Fisoterapi dada
15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
16) Ganti kateter dan NGT setiap minggu
17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift
18) Observasi setiap aspirasi cairan lambung
19) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter



d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
1) Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha
Keuntungan :
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
• Lebih praktis dan efisien
• Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
• Pasien merasa kurang nyaman
• Dari segi etika kurang
2) Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.
Keuntungan :
• Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi)
• Pasien merasa lebih nyaman

Kerugian :
• Balutan sering membatasi gerakan pasien
• Biaya perawatan bertambah
• Butuh waktu perawatan lebih lama
• Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka

Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)
e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.
f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi.
g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.

Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI :
Dewasa (18tahun) :
(25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Anak – anak :
(kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu :
Dewasa :
BB ideal (kg) = TB (cm) – 100 – 10% dari (TB – 100)
Anak – anak :
BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau
(umur dalam tahun x 2) = 8

Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur
Umur
(tahun) Energi basal
Laki – laki (kcal) Perempuan (kcal)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 9
10 – 14
14 – 18 55 – 60
50
45
40 – 45
25 – 25
20 – 25 55 – 60
50
45
30 – 40
20 – 55
20

Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur
Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 10
10 – 18 2,5
2
1,8
1,5
1 – 1,5

Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak – anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 – 70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.
2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar
b. Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda – tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati – hati dalam mengawasi dan merawat sisi inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata – rata haluaran urin 30 – 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75 – 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin, khususnya selama 24 – 72 jam pertama setelah terbakar.
d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase NG dan feses secara periodik
Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).

2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
Tujuan dan kriteria hasil :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ; pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit.
Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung)
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar.
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit.
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
Tujuan dan kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi :
a. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
b. Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian.
Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
c. Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah.
Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut (lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung.
d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 – 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi.
Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan).

4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intesitas (skala 0 – 10).
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi / karakter / intensitas dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan / kembalinya fungsi saraf / sensasi.
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
c. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan ras control yang dapat menurrunkan ketergantungan farmakologis.
d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun.

leaflet lambung maag



askep dm


Askep DM
( Asuhan Keperawatan Klien dengan Diabetes Mellitus )

Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1.     Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2.     Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3.     Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4.     Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Etiologi Diabetes Mellitus
Diabetes tipe I:
a.       Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b.      Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.       Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.       Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b.      Obesitas
c.       Riwayat keluarga
Patofisiologi/Pathways Diabetes Mellitus
Patofisiologi DM
Patofisiologi DM
Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1.     Katarak
2.     Glaukoma
3.     Retinopati
4.     Gatal seluruh badan
5.     Pruritus Vulvae
6.     Infeksi bakteri kulit
7.     Infeksi jamur di kulit
8.     Dermatopati
9.     Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dankoma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus
1.     Glukosa darah sewaktu
cek GDS
cek GDS
2.     Kadar glukosa darah puasa
3.     Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
tabel-dm
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.      Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
2.      Latihan
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
5.      Pendidikan
Pengkajian Keperawatan Diabetes Mellitus
·         Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
·         Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
·         Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
·         Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
·         Integritas Ego
Stress, ansietas
·         Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
·         Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
·         Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
·         Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
·         Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
·         Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Masalah Keperawatan pada Diabetes Mellitus
1.     Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2.     Kekurangan volume cairan
3.     Gangguan integritas kulit
4.     Resiko terjadi injury
Intervensi Keperawatan Diabetes Mellitus
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
·         Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
·         Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
·         Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
·         Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
·         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
·         Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
·         Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
·         Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
·         Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
·         Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
·         Kolaborasi dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
·         Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
·         Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
·         Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
·         Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
·         Pantau masukan dan pengeluaran
·         Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
·         Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
·         Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
·         Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan    penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
·         Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
·         Kaji tanda vital
·         Kaji adanya nyeri
·         Lakukan perawatan luka
·         Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
·         Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan  penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
·         Hindarkan lantai yang licin.
·         Gunakan bed yang rendah.
·         Orientasikan klien dengan ruangan.
·         Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
·         Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

Daftar Pustaka

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.